“Ayolah Tio ! Kamu pasti bisa ngebujuk bu Tatik untuk tidak menghukum Frans seberat itu. Dikeluarkan dari Tim Basket pasti pukulan berat buat dia” Windy mengekor Tio yang masuk kedalam kelas.
“Aku nggak bisa berbuat itu Win. Kesalahan Frans sudah keterlaluan. Aku nggak bisa nolongin lagi” Tio duduk dibangkunya.
“Paling nggak kamu bisa bujuk bu Tatik supaya beliau memberi kesempatan untuk Frans bisa masuk tim basket lagi asalkan dia perbaiki kelakuannya.”
“Dia sudah diberikan kesempatan itu berulang kali, Win. Tapi dia nggak gunakan itu dengan baik.”
“Aku setuju dengan Tio. Frans memang sudah kelewatan. Dia hampir saja membunuh Willy.” Gina mendekat pada mereka berdua. “Untung saja masalah ini nggak sampai ketangan pihak kepolisian”
“Gini aja, Win. Aku akan coba, tapi aku nggak janji ini akan berhasil. Bu Tatik benar-benar marah kali ini”
Setelah ucapan Tio tadi bel tanda masuk berbunyi. Semua siswa penghuni kelas 2.5 masuk kedalam kelas. Hanya Frans yang tidak terlihat ikut masuk, entah kemana dia.
Saat pulang sekolah Windy berjalan menyusuri jalan kecil untuk keluar, menuju ke jalan besar. Dia agak kaget saat motor Frans berhenti tepat didepannya.
“Kemana kamu tadi Frans ?!” Windy bertanya dengan sinis.
“Win, aku perlu menenangkan diriku. Disekolah aku seperti merasa dimusuhi ama anak-anak. Semestinya kamu mengerti” Frans membela diri.
“Yang mestinya kamu tenangkan itu adalah otak kamu ! Tio aja udah nggak bisa nolongin kamu ! Kamu tau kenapa kamu dimusuhi sama anak-anak ? Itu karena kamu sendiri !”
“Kamu sekarang pitar ceramah ya Win !! Aku bosan tau nggak ?!!” Frans lalu naik ke motornya, dan berlalu dari Windy yang semakin kesal. Frans memang keras kepala.
* * *
“Non Windy, ada den Willy didepan” Bik Ijah mengetuk pintu kamar Windy.
“Willy, bik ?” Windy langsung berlari keluar untuk menemui Willy. Dengan cepat dia sudah sampai diruang tamu.
“Hallo, Cinta. Gimana hari ini disekolah ?” Sapaan mesra dari Willy segera menyambut Windy diruang tengah.
“Kamu kok kesini ? Kamu kan masih sakit ? Rencananya aku mau kerumah kamu besok”
“Aku nunggu-nunggu kamu hari ini dirumah, eh…..kamunya nggak datang-datang. Makanya aku kesini, abis kangen sih !”
“Aduh, maaf ya Cinta. Sebenarnya sih aku mau ke rumah kamu. Tapi hari ini otakku panas karna ulah Frans. Bukannya sadar, dia malah tambah bandel. Ancaman dikeluarkan dari tim basket nggak bisa juga bikin dia insaf. Apalagi ingat kamu digebukin sama dia, ih kesel !” Windy ngomel-ngomel sendiri.
Willy hanya tersenyum melihat gadis manis didepannya itu memasang muka sebal. “Kamu berhasil membujuk Tio untuk ngebujuk bu Tatik agar membatalkan hukumannya ?”
“Tio udah angkat tangan, Cinta. Udah deh, ngapain sih kamu ngebelain dia. Udah tau dia itu benci sama kamu”
Lagi-lagi Willy tersenyum. “Dia bukannya benci sama aku. Dia hanya cemburu karna aku pacar kamu, itu aja kok”
“Ih, aku heran sama kamu. Dikit-dikit ngebelain Frans, jangan kelewat baik deh kalau nggak mau diinjak-injak sama dia”
“Udah-udah…, lebih baik kamu bikinkan aku minum, haus nih”
“Oke ! berhubung kamu lagi sakit, aku akan bikinkan jus tomat. Mau kan ?”
“Jus tomat ?! Jangan bercanda…kamu kan tau aku ngga suka. Aku minta air putih aja ya”
“Eh…ngga bisa ! ini maksa !”
* * *
“Gimana Tio, kamu udah ngomong ke bu Tatik ?”
“Bu Tatik nggak mau terima. Beliau bilang Frans harus diberi hukuman setimpal. Perbuatannya hampir saja mencelakakan Willy. Aku nggak bisa bilang apa-apa lagi Win”
“Apa bu Tatik tetap nggak mau dengar kalau misalnya yang meminta memaafkan Frans adalah Willy sendiri ?”
“Willy ?!” Tio tertawa “Willy memaafkan Frans ? bahkan meminta Frans dibebaskan dari droup out dari tim basket ?! Sejak kapan Willy bisa sesabar itu…?” Tio tidak percaya.
Windy mengangguk-anggukkan kepala “Sejak Willy sendiri yang bilang padaku untuk mengatakan hal ini sama kamu. Bahkan kalau kamu memang nggak bisa, dia akan bicarakan sendiri hal ini dengan bu Tatik bila dia sudah masuk sekolah nanti”
“Heran. Sudah gila barangkali si Willy. Iya deh, nanti aku sampaikan sama bu Tatik. Semoga aja bu Tatik nggak ngomelin aku karna bolak-balik ngomongin hal ini ke beliau” Tio mengusap rambutnya dengan tangan “Ah..tau bakal ada kejadian begini, aku mikir dua kali jadi ketua OSIS”
“Makasih ya Tio. Semoga kamu mendapatkan jodoh yang sesuai denganmu” Windy langsung berlari dari Tio yang menggerutu sendiri.
“Apa hubungannya ketua OSIS sama jodoh ? dasar Windy !”
Windy kembali kekelas. Disana ada Frans yang sedang menunggu dibangkunya. “Ada apa Frans ?” Tanya Windy.
“Ah, nggak papa. Aku cuman mau tanya gimana keadaan Willy” Frans tampak ragu-ragu.
“Oh…dia baik-baik aja. Paling besok sudah masuk sekolah lagi” Windy duduk disamping Frans. “Frans, boleh tanya sesuatu ?”
“Katakan saja”
“Kenapa kamu tidak pernah mau berubah ?”
“Itu karna aku merasa tidak ada gunanya” Frans langsung berdiri dan keluar dari kelas. “Pertandingan sudah akan dimulai, kamu tidak mau menonton ?” kepalanya menyembul dipintu kelas.
“Nanti” dengan kesal Windy menjawab. “Nggak ada Willy dalam pertandingan, apa asiknya ?” Rutuknya.
Pulang sekolah hari ini lebih cepat, karna jam pelajaran setelah istirahat tadi hanya diisi dengan pertandingan basket. Lagi-lagi Windy berjalan kaki untuk mendapati halte bis terdekat dari sekolah, dan sekali lagi dia dihalangi oleh Frans yang berhenti didepannya.
“Mau aku antar pulang ?” tawar Frans pada Windy.
“Aku mau mampir kerumah Willy, Frans.”
“Biar aku antar deh.”
“Kamu yakin mau kerumah Willy ?” Windy tampak ragu.
“Cuma ngantar ini, nggak masuk kedalam juga. Ayo naik !”
“Eh, Frans ! akhirnya kamu mau kemari. Mau nengok Willy ? Willy ada tuh didalam” Tante Astrid, mami Frans menyambut kedatangan Frans dan Windy didepan rumah Willy.
“Nggak kok mi, Frans Cuma ngantar Windy aja” Frans bersiap-siap menstrarter motornya.
“Eh sebentar, Frans. Kamu harusnya minta maaf sama Willy. Sana ! masuk dulu, temui Willy”
“Males ah, mi. Lagian mami apa-apaan kemari. Malu-maluin aja !”
“Frans ! jaga mulut kamu kalau ngomong sama mami !!” Mami Frans mulai emosi.
“Mami tuh yang mestinya jaga kelakuan mami ! Nggak malu mami sering nyamperin laki-laki ?”
“Frans !! kamu sudah keterlaluan !”
“Udah deh mi, males ngomong sama mami !” Setelah berkata demikian Frans langsung melaju dengan motornya meninggalkan rumah Willy.
“Tante sabar aja ya. Nanti juga Frans bisa menerima semua keyataan ini” Windy yang sejak tadi hanya diam menyaksikan ibu dan anak bertengkar mencoba menenangkan tante Astrid.
“Windy…tante selalu berharap Frans mau menjadi dewasa seperti Willy. Willy tidak pernah protes dengan hubungan tante dan ayahnya. Kenapa Frans selalu keras kepala” Tante Astrid sedih. “Eh, kamu mau ketemu Willy kan ? sana temui dia, dia lagi nunggu kamu”
“Iya tante. Eh, tante mau pulang ya ?”
“Tante nunggu si Anton jemput tante kesini”
Windy langsung masuk kedalam rumah Willy. Namun baru saja dia sampai diruang duduk, Willy sudah menyapanya.
“Hei, mau kemana ? aku ada disini kok”
“Eh, disini rupanya” Windy cengar-cengir mendekati Willy yang dengan santainya nonton TV. “Udah sehat kenapa nggak masuk sekolah…??”
“Males, nanti aku ribut lagi sama Frans. Pulang kerumah dimarah ayah. Mending bolos. Eh, kesini pake’ apa ? bus ya ?”
“Maaf tuan muda, tebakan anda salah semua. Aku kesini diantar sama Frans” Windy duduk disamping Willy.
“Diantar…Frans ?!” Willy tebahak-bahak “Jangan menghayal nonaku yang cantik. Mana mungkin Frans mau mengantar kamu kesini, menginjak pekarangan rumah ini aja dia ogah !”
“Eh…gak percaya ya ? tanya tuh sama tante Astrid”
“Jadi bener nih ?!”
“Iya ! dibilangin dari tadi gak percaya”
Sedang asiknya Windy dan Willy menonton TV, Pak Bram -ayah Willy- masuk kedalam. Rupanya pak Bram pulang cepat dari kantor hari ini.
“Siang om. Udah pulang dari kantor ?” sapa Windy saat melihat pak Bram.
“Eh, Windy. Iya nih, om ada urusan sedikit malam ini, makanya pulang cepat” Pak Bram melepas dasinya.
“Ah, ayah. Kayak Willy gak tau aja ! Ayah malam ini mau ajak tante Astrid dinner kan ? lalu ngelamar tante Astrid. Betul kan yah ?” Willy memasang tampang usil. “Ngaku deh yah….”
“Will,…jangan bikin malu ayah didepan Windy dong. Biar udah tua, semangat ayah kan tetap muda” Pak Bram bangkit dan berjalan menuju kamarnya.
“Yah, Willy mau jalan dulu ya. Assalamualaikum” tanpa menunggu persetujuan ayahnya Willy menarik Windy keluar rumah.
“Kamu yakin Will, kalau Frans akan setuju begitu mendengar maminya akan menikah dalam waktu dekat ini dengan ayah kamu ?” tanya Windy saat mereka sedang makan siang di sebuah warung.
“Frans harus bersikap dewasa Win. Dapat pengganti papinya Frans kan haknya tante Astrid. Mestinya Frans nggak egois gitu.”
“Tapi kamu tau sendiri kan kalau Frans itu sayang banget sama papinya. Dia nggak terima kedudukan papinya digantikan sama orang lain.”
“Aku tau, tapi papinya kan udah meninggal. Wajarkan kalau tante Astrid menikah lagi. Kalu aku, asalkan ayah bahagia aku setuju saja. Ibupun udah menikah duluan, setahun sejak bercerai dari ayah.”
“Ngomong-ngomong soal ibu, anterin aku pulang yuk ! mama pasti udah khawatir nih. Udah pukul 3.”
“Ayo !”
Mereka berdua segera membayar makanan yang sudah mereka habiskan, lalu bergegas menuju rumah Windy.
* * *
“Pokoknya Frans nggak pernah setuju dengan pernikahan mami !!” Frans mengamuk didalam kamarnya.
“FRANS !! tolong dengar mami dulu. Om Bram itu laki-laki yang baik. Dia cocok untuk jadi pengganti papimu. Cobalah untuk mengenalnya lebih dekat lagi”
“Sampai kapanpun mi, PAPI NGGA AKAN BISA DIGANTIKAN OLEH SIAPAPUN ! NGGAK AKAN PERNAH !!” Frans terduduk dan menangis.
“Frans…cobalah sedikit dewasa. Papi kamu nggak akan hidup kembali.” Mami Frans juga menangis dari balik pintu kamar Frans. “Apa mami harus menunggu papi kamu hidup lagi ? JAWAB FRANS !! Mami masih sangat mencintai papi, tapi mami juga harus berfikir logis. Mami perlu pendamping, Frans.”
“Tapi kenapa harus om Bram, mi ? kenapa harus ayahnya Willy ? Frans nggak rela mi”
“Willy itu baik, Frans. Dia nggak pernah menentang hubungan mami dengan ayahnya. Dia juga mau mamaafkan perbuatan kamu terhadap dia kan ? malah dia sendiri yang melepaskan kamu dari hukuman sekolah. Dengan alasan apa kamu membenci Willy ?”
“Dia itu baik cuma ingin merebut semua yang Frans punya, mi. Dia sudah merebut Windy, dan sekarang dia mau merebut mami juga”
“Mami bingung Frans. Harus bagaimana mami menghadapi kamu”. Mami beranjak dari depan kamar anak bungsunya itu. Tinggal Frans yang masih terisak di sisi tempat tidur.
“Ada apa lagi mi ?” Terdengar suara Anton –kakak Frans satu-satunya- dari luar.
“Kamu urus adikmu itu, Ton. Pusing mami dengan ulahnya”
Anton mendekat ke kamar Frans. Lalu mengetuk pintu. Kali ini Anton yang selalu berselisih dengan Frans, mencoba bicara sesabar mungkin
“Frans, ada Windy tuh didepan. Kamu mau temui dia nggak ? kalo nggak mau biar kak Anton kasih tau”
“Suruh tunggu sebentar kak” Frans menyahut dari dalam kamar, lalu menukar pakaian untuk menemui Windy. Dengan muka masih kusut Frans keluar kamar dan menemui Windy diruang tamu.
“Frans, kamu baik-baik aja kan ?” tanya Windy melihat muka Frans yang kusut.
“Aku baik-baik aja. Ada perlu apa ?” Frans menjawab datar dan duduk diseberang sofa tempat Windy duduk.
“Aku cuma mau ketemu kamu, apa itu nggak boleh ? sebenarnya aku mau ngajak kamu jalan. Kamu mau kan ?”
“Kamu masih mau jalan ama aku ? Aku fikir setelah kamu punya Willy, kamu nggak akan mau lagi jalan sama aku”
“Frans, kok kamu ngomongnya gitu sih ?! Bagaimanapun kamu tetap sahabat aku, Willy nggak bisa melarang kita dekat”
“Yah, aku memang sahabat kamu. Dan selamanya akan tetap menjadi sahabatmu.”
“Kamu masih ingatkan komitmen kita sejak kita baru dekat dulu ? Apa aku salah nganggap kamu sahabat ?”
“Kamu nggak salah. Aku yang salah. Aku salah karena telah membiarkan perasaanku padamu berubah. Semestinya…aku tetap anggap kamu sebagai sahabatku. Tapi yang terjadi…aku malah mengharapkan kamu.”
“Oke, kalau kamu anggap perasaanmu itu salah. Tapi aku ngga pernah menyalahkannya, aku malah berterima kasih atas perasaan itu” Windy memaksa tersenyum pada Frans. “Masih mau jalan sama aku kan ?”
“Nggak malu jalan ama cowok dengan mata sembab ?” Frans tersenyum sambil menunjuk matanya.
“Kalau ada yang nanya, bilang aja kamu baru menghadapi perampok bengis, trus kena tonjok” Windy mengepalkan tangan kearah mata Frans. “Ayo, berangkat sekarang”
Windy dan Frans sudah meluncur diatas aspal licin, dalam mobil yang dikendalikan oleh Windy. Mau kemana, mereka sama-sama belum tau tujuan. Tapi yang biasa mereka kunjungi adalah plasa.
Dulu, sebelum Windy kenal ama Willy, mereka sering jalan berdua. Tapi setelah Willy yang setingkat diatas mereka menyatakan cinta pada Windy, Frans mulai menjauhi Windy. Dia sering menghindar bila Windy mengajak keluar sekedar untuk jalan-jalan.
“Frans, ngelamun ?” Windy mengagetkan.
“Ah !” Frans tersadar dari lamunannya. “Win, kita sudah sampai kan ? kita masuk kedalam” Frans langsung keluar dari mobil, mendahului Windy masuk kedalam sebuah toko kaset yang ada disisi plasa itu.
“Frans, mau beli kaset ya ?”
“Nggak juga. Mau liat-liat aja”
“Kita makan yuk ! Aku lapar nih, belum makan siang” Windy langsung menyeret Frans menuju restoran Fast Food yang ada di dekat situ.
“Ah, kamu tidak pernah berubah !” sungut Frans “ kau selalu menyeretku lebih dulu, sebelum menunggu aku setuju atau tidak”
“Tapi pada akhirnya, jawabanmu selalu setuju”.
* * *
“Win, kamu tau Frans dimana ?“ Willy menghampiri Windy yang sedang sibuk menata semua hidangan untuk tamu.
“Lho, tadi kan dia ada disini” Windy agak sedikit kaget.
“Frans gimana sih ?! maminya udah hampir nikah gini masih aja keras kepala, nggak nyangka Frans sampai segini egoisnya” Willy berkacak pinggang, ia tampak sedikit kesal.
“Udah, sabar aja, Frans bilang sama aku, dia emang nggak setuju kalau tante Astrid menikah sama om Bram. Biarin aja dulu…kalau kamu tetap memaksanya, acara pernikahan hari ini jangan-jangan dikacaukan sama dia, Tenang ajalah …” Windy kemudian menerima sepiring besar buah yang disodorkan seseorang kepadanya.
“Tenang gimana maksud kamu ?! Dari tadi itu tante Astrid nyariin dia terus. Mana mungkin tante Astrid menikah dengan tenang kalau Frans belum juga muncul?”
“Aku tau dimana Frans berada, tapi aku yakin, dia nggak bakal bisa diajak kesini sekarang, Wil, kamu kasih tau tante Astrid supaya jangan mengkhawatirkan Frans” Windy menghentikan kesibukannya dan menghadap pada Willy ”Aku janji setelah acara selesai aku akan susul dia. Dia pasti mau mengerti”
“Kamu yakin ?”
“Hei, aku kenal Frans udah lama. Aku ngerti betul sifatnya. Udah deh, tenang aja”.
Acara pernikahan telah selesai. Tapi Frans belum muncul juga. Tamu-tamu pun sudah mulai berkurang. Mami Frans tampaknya sangat resah.
“Win, kamu tau dimana Frans ?” Om Bram memanggil Windy yang kebetulan ada didekatnya. “Tante kamu dari tadi tampak gelisah nih nyari anak kesayangannya”
“Oh, Windy tau om. Windy akan bawa Frans kemari. Windy rasa sudah cukup lama Frans menyendiri, mungkin dia sudah bisa menerima semua ini. Windy pergi dulu om, tante”
“Win, aku ikut.” Tawar Willy.
“Ngga usah. Aku takut nanti kalian berdua ribut lagi. Kalian kan udah kayak anjing dan kucing”
Setelah berkata demikian, Windy segera menuju ke mobilnya dan mengemudikannya menuju tempat dimana Frans berada. Hari sudah sore, tapi Frans seperti lupa waktu. Dia terus menghindari kenyataan yang ada. Mobil Windy sudah sampai di tepi danau tempat ia dan Frans sering menghabiskan waktu berdua. Tempat dimana ia atau Frans mencari salah satu diantara mereka. Dan tempat mereka sering menyendiri bila ada masalah yang harus dihadapi.
“Sampai kapan kamu mau diam disini, Frans ?” Windy berdiri tepat dibelakang Frans duduk.
“Untuk apa kamu susul aku kemari ?” Sinis jawaban dari Frans.
“Untuk mengingatkan kamu akan waktu. Kamu tau, sudah berapa lama kamu disini ?”
“Itu tidak perlu, Win. Sebaiknya kamu tanya sama diri kamu sendiri, untuk apa kamu pedulikan aku ? lebih baik kamu urus pesta pernikahan mami”
“Pestanya udah selesai, Frans ! Aku heran, kenapa renungan kamu belum juga selesai ? sekarang mamimu udah resmi menikah dengan om Bram. Apa renunganmu itu bisa mengubah kenyataan ?”
“Ternyata kamu sama cerewetnya dengan mami. Apa yang aku lakukan itu urusanku !”
“Percuma kamu ngomong baik-baik ke dia. Dia punya hati yang sudah membatu” Ternyata tanpa Windy dan Frans sadari Willy sudah ada diantara mereka berdua. “Dia hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak peduli kebahagiaan ibunya. Dia ingin ibunya hanya miliknya”
Frans tiba-tiba berdiri, lalu mendekati Willy. “Kamu banyak omong. Semua milikku sudah kamu rampas sekarang. Pertama Windy, dan sekarang mami”
“Kamu sendiri yang membuat kamu kehilangan mereka ! Dengan sikapmu yang cengeng seperti ini nggak akan ada orang yang mau peduli sama kamu”
“Kamu memang harus diberi pelajaran Will” Tiba-tiba Frans menonjok wajah Willy. “Jangan sok bijaksana kamu !” Dia terus menghajar Willy.
“Baik, kalau ini kamu anggap jalan keluar yang baik” wajah Willy sudah memar “Aku akan ladeni kamu !” Sekarang Willy yang balas menghajar Frans.
“HEI ! BERHENTI KALIAN !” Windy mencoba melerai mereka. “KALIAN PIKIR KALIAN BERDUA HEBAT ?!!” Kali ini Windy benar-benar marah. “Teruskan saja ! aku mau liat siapa diantara kalian yang paling bodoh !” Windy menepi dari arena, dan memasang stand sebagai penonton.
Tetapi tanpa dikomando kedua pemuda itu malah menghentikan perkelahiannya. Tentu saja, mereka berdua sudah babak belur. Frans terduduk menahan sakit, sedangkan Willy bersandar pada pohon didekatnya.
“Cuma segitu kehebatan kalian ? Aku fikir kalian berani mati. Taunya…pengecut semua” Windy mencibir.
“Win, bawa aku pulang . Aku mau ketemu mami” Frans mendekat pada Windy “Tolong Win, temani aku menghadapi mami. Aku malu Win” Frans menangis.
“Laki-laki nggak boleh nangis. Ayo, kita pulang” Windy membantu Frans berdiri dan membawanya kemobil. Sementara Willy membuntutinya dari belakang dengan gontai.
“Willy, kamu yakin bisa bawa mobil sendiri ?” Windy berbalik kearah Willy yang sudah sampai didepan pintu mobilnya.
“Jangan khawatir, aku bisa” Willy langsung masuk kedalam mobilnya dan duduk dibelakang setiran.
* * *
“Mi…maafin Frans ya, mi. Frans udah nyakitin hati mami” Frans memeluk maminya.
“Udah, kamu nggak salah apa-apa” Mami membelai anak bungsunya itu dengan penuh kasih sayang. “Kamu pasti belum makan. Kita makan yuk. Masakannya enak-enak lho” Frans menganggukkan kepala. Mami lalu mengiring Frans kemeja makan.
“Dasar anak manja !” Rutuk Windy.
“Kamu sirik ya ?” Willy mengomentari.
“Ih, jangan asal ya” Windy mengompres memar diwajah Willy dengan keras.
“Aduh ! Cinta, kamu niat nggak sih ?! Pelan-pelan dong !” Willy memegang kepalanya.
“Siapa suruh berkelahi.”
“Kita makan yuk ! Tiba-tiba aja perutku terasa lapar banget nih” Willy bangkit dari sofa, dan menyeret Windy kemeja makan.
Frans sudah menyelesaikan makannya saat Windy dan Willy tiba di meja makan. Ia mengikuti semua gerak-gerik Windy dan Willy sampai akhirnya keduanya sadar bahwa mereka sedang diperhatikan.
“Ada apa Frans ?” Tanya Windy begitu tersadar pada sikap Frans.
“Kamu mau menyelesaikan duel kita tadi ya, Frans ? Aku makan dulu ya, laper nih” Willy duduk disalah satu bangku makan dan mulai meramu hidangan yang ada disitu.
“Idiot !” Windy menjitak kepala Willy. Frans tersenyum melihatnya.
“Aku minta maaf Will. Aku udah musuhin kamu selama ini. Aku jahat sama kamu” aku Frans pada Willy yang hampir saja tersedak.
“Dia ngomong apa tadi, Win ?” tanya Willy dengan tampang lugu.
“Nggak tau. Dia nyanyi kali” jawab Windy.
“Kalian sama-sama idiotnya !” Frans mengumpat.
“HAH ? Dia bilang kita idiot ?” Windy menatap Willy dengan pandangan lugu. Lalu mereka berdua tertawa terbahak.
“Kita selesaikan makan, lalu kita serang dia” kata Willy masih dengan terpingkal-pingkal.
“Hei, sudah…jangan ribut. Abiskan makannya” Mami Frans menengahi.
“Ups ! oke tan..eh, mama” Willy linglung.
Kemudian Anton, kakak Frans masuk. “Hei, cepetan makannya. Kita mau foto keluarga”
Windy tertawa sendiri “Dengan muka bonyok begini ? Willy sama Frans pasti terlihat lucu”
“Bener juga ya ?!” Anton ikut tertawa.
“Windy !!” Frans dan Willy sama-sama melotot pada Windy. Tapi Windy tetap mentertawakan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar